Lagi mati gaya ngembangin bisnis barumu? Tau tidak bahwa sesuatu yang berbau nostalgia juga punya potensi menjual lho!
Mengapa banyak promotor dunia hiburan memilih untuk mengundang para musisi era 80-an hingga 90an seperti Dewa19, Didi Kempot, atau Backstreet Boys?
Jawabannya tentu tidak lepas dari banyaknya penggemar musik di Indonesia yang ingin bernostalgia mengenang lagu-lagu mereka.
Dalam industri mobil, hal yang sama juga terjadi. Produsen mobil VW (Volkswagen) memanfaatkan rasa penasaran generasi baby boomer -yang dahulu begitu menggemari produk VW-- dengan merilis versi baru VW Beetle, yang di Indonesia sering disebut VW kodok. Caranya, tentu dengan modifikasi mesin, AC, sound system, dan lain-lain sesuai dengan perkembangan zaman. Di luar dugaan, ternyata produk ini juga sangat disukai oleh para generasi muda.
Seperti halnya tren fashion yang mengenal istilah back to sixties atau back to seventies, para pebisnis juga sungguh menyadari potensi bisnis nostalgia yang mengandalkan golden memories --kenangan indah yang ingin dikenang kembali oleh konsumen. Hanya saja, belum banyak pebisnis yang serius menggarap konsep retro ini.
Hal tersebut tergambar jelas pada tampilan Restoran Dapur Babah di Jalan Veteran, Jakarta. Begitu masuk restoran ini. Pengunjung serasa terlempar ke abad 19 karena desain interiornya berupa perabot, foto-foto, dan aksesori lain bernuansa tempo dulu.
Di salah satu ruangan, pengunjung bahkan dapat mengamati foto istri dari Oei Tiong Ham "Raja gula dari Semarang" dan salah satu orang terkaya di Indonesia pada awal abad ke-20.
Kesan serupa juga muncul ketika memasuki Hotel Tugu Malang, Interior hotel ini penuh dengan patung dan benda- benda antik bernilai tinggi. Selain itu, para pengunjung hotel juga akan merasakan suasana eksotis yang pastinya tidak akan mereka dapatkan di hotel-hotel modern.
Sebenarnya konsep retro serupa juga dapat diterapkan pada bisnis lainnya mengenang golden memories-nya. Misalnya, pengelola biro perjalanan wisata dapat merancang paket tur bagi para wisatawan asal Belanda yang ingin menikmati indahnya gedung-gedung peninggalan zaman kolonial, yang tersebar di Jakarta, Bandung, Semarang, dan kota-kota lainnya.
Di kota-kota tersebut, selain dapat menyaksikan aneka kesenian tradisional, mereka juga dapat menikmati wisata kuliner daerah setempat, misalnya sajian rijsttafel khas zaman Hindia Belanda. untuk menarik minat konsumen yang ingin
Momen lain yang dapat digarap adalah acara reuni atau temu akbar yang sering digelar oleh para alumni, baik sekolah maupun perguruan tinggi. Acara ini biasanya rutin digelar setiap beberapa tahun sekali.
Bagi para pebisnis yang jeli, seharusnya mereka dapat memanfaatkan momen ini untuk menjual jasa jasa penunjang, mulai dari penyewaan gedung pertemuan, akomodasi (hotel dan tempat penginapan), penyewaan kendaraan, paket shooting video, penjualan cendera mata (kaos, mue keramik, dan lain-lain). Bila perlu, para pebisnis dapat bekerja sama dengan pengurus alumni untuk menyelenggarakan paket wisata domestik, misalnya city tour atau mengunjungi objek-objek wisata terdekat.
Pengusaha showbiz juga dapat memanfaatkan konsep ini dengan menampilkan kembali artis-artis lokal tempo dulu untuk mengadakan konser keliling Indonesia. Pada dasarnya, lagu-lagu Koes Plus atau Panbers masih sering diputar dan digemari masyarakat yang ada di daerah-daerah, terutama oleh generasi era 70-an hingga 80-an.
Untuk skala yang lebih besar, konsep retro juga dapat diaplikasikan pada sektor properti. Dalam hal ini, pihak developer dapat membangun cluster perumahan bertipe art deco atau Romawi kuno-untuk ditawarkan kepada konsumen lokal. Sebaliknya, untuk konsumen warga asing (misalnya, ekspatriat), dapat ditawarkan cluster perumahan dengan arsitektur tradisional abad ke-19.
Salah satu kompleks perumahan mewah di Cibubur (Jakarta) laris bukan main, padahal harga per unitnya mencapai ratusan juta hingga mendekati miliaran rupiah. Ternyata, pihak developer kompleks itu dengan cerdik telah membangun miniatur bertema retro di boulevard-nya, seperti patung Sphinx dan Colloseum kerajaan Romawi. Terbukti, bisnis nostalgia ini memang tidak ada matinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Punya pendapat yang berbeda?
Ingin bertanya lebih lanjut?
Kami sangat berterima kasih bila anda berkenan untuk menuliskan beberapa patah kata di kotak komentar kami
:: klikmenurutsaya ::