Advertorial Bisnis Online

Zakat Fitrah





"Alhamdulillah Sudah"

Begitulah kata-kata yang terngiang di benak saya setelah saya membaca sebuah brosur mengenai pembayaran zakat fitrah. Dan kata-kata itu pun mulai menghantui saya, dimana ya saya bisa membayar zakat fitrah, bukan karena bingung tetapi karena ada banyak sekali Panti Asuhan yang saya kenal dan saya rasa wajib semuanya dibantu.

Hari ini keputusan sudah bulat, setelah membayar zakat fitrah melalui salah satu panti asuhan, saya pun bisa berkata dalam hati sebuah slogan yang sama dengan kata-kata di brosur. "Alhamdulillah Sudah", dengan begini puasa menjadi lebih khusuk tentunya. Amiin.

Tunggu, seperti apa yang saya tulis di judul, saya ingin membagi informasi mengenai tata cara pembayaran zakat fitrah. Sebagai rukun Islam yang ke empat, saya ingatkan bahwa zakat hukumnya wajib (tentunya bagi yang mampu). Tapi saya yakin, siapapun yang bisa membaca tulisan ini pasti mampu membayar zakat tetapi belum mengerti nilai berapa yang harus dibayar atau dimana harus membayar zakat fitrah atau pada golongan mana zakat fitrah ini bisa langsung disalurkan.

Jumlah Zakat Fitrah yang harus dibayar

Besar zakat yang dibayarkan menurut ilmu Islam adalah 2,5 Kg dari bahan makanan yang kita konsumsi. Kalau saya mengkonsumsi beras maka saya wajib membayar dengan beras atau uang sejumlah yang bisa digunakan untuk membeli beras sebanyak 2,5 Kg. Disini kita harus hati-hati bahwa yang dihitung adalah beras yang kita makan. Bila kita memakan beras dengan harga Rp. 7.000 /kg maka zakat fitrahnya sebesar 2.5 x 7.000 = 17.500,-

Tetapi ingat terkadang harga beras fluktuatif dan kadang kita memakan beras yang lebih mahal. Untuk itu saran saya selalu tambahkan beberapa rupiah agar kita selalu diatas minimal zakat fitrah yang kita keluarkan, dengan begini kita menunaikan zakat dengan lebih sempurna.

Bagaimana dengan orang yang bekerja di luar negeri dan disana tidak banyak beras dan memang tidak banyak bisa mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok? Kita bisa menghitungnya dengan perkiraan seharga tepung, gandum atau makanan utama lain yang kita makan sehari-hari.

Dimana bisa membayar Zakat Fitrah

Umumnya pada saat bulan Ramadhan, seluruh Masjid membuka penerimaan zakat fitrah. Ada juga badan amil zakat lain yang menerima zakat hingga panti asuhan hingga yayasan orang tua asuh, seperti apa yang sudah saya kenal saat ini. Kalau anda ingin menyalurkan langsung anda bisa bisa merujuk kepada 8 orang golongan yang berhak menerima zakat.

Delapan Golongan Orang yang berhak menerima zakat

“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah: 60)

Dari surat tersebut jelas bahwa ada 8 orang yang berhak menerima zakat, diantaranya adalah Fakir, Miskin, Amil, Muallaf, Budak, Yang Berhutang, Fisabilillah dan Ibnu Sabil.


Fakir dan Miskin

Fakir adalah orang yang membutuhkan dan tidak meminta minta, sedangkan miskin adalah yang meminta-minta. Keduanya bermacam-macam seperti orang yang tidak memiliki kekayaan dan tidak pula pekerjaan, orang yang memiliki kekayaan dan pekerjaan yang tidak mencukupi setengah kebutuhan, orang yang memiliki kekayaan dan pekerjaan yang tidak mencukupi kebutuhan standar. Sedangkan orang kaya yang tidak boleh menerima zakat adalah orang yang telah memiliki kecukupan untuk diri dan keluarga.


Amilin

Yaitu orang-orang yang bertugas mengambil zakat dari para muzakki dan mendistribusikan kepada para mustahiq. Mereka itu adalah kelengkapan personil dan finasial untuk mengelola zakat. Termasuk dalam kewajiban imam adalah mengutus para pemungut zakat dan mendistribusikannya, seperti yang pernah dilakukan Rasulullah dan para khalifah sesudahnya.

Syarat orang-orang yang dapat dipekerjakan sebagai amil pengelola zakat, adalah seorang muslim, baligh dan berakal, mengerti hukum zakat-sesuai dengan kebutuhan lapangan- membidangi pekerjaannya, dimungkinkan mempekerjakan wanita dalam sebagian urusan zakat, terutama yang berkaitan dengan wanita, dengan tetap menjaga syarat-syarat syar’i.

Para amil mendapatkan kompensasi sesuai dengan pekerjaannya. Tidak diperbolehkan menerima suap, meskipun dengan nama hadiah, seperti yang diriwayatkan dalam sebuah hadits riwayat Bukhari Muslim, “Sesungguhnya aku mempekerjakan kalian salah seorang di antaramu melaksanakan tugas yang pernah Allah sampaikan kepadaku, kemudian datang kepadaku dan mengatakan: ‘Ini untukmu dan ini hadiah untukku’, apakah ketika ia duduk di rumah ayah ibunya akan ada hadiah yang menghampirinya?”


Muallaf

Mereka itu adalah orang-orang yang sedang dilunakkan hatinya untuk memeluk Islam, atau untuk menguatkan Islamnya, atau untuk mencegah keburukan sikapnya terhadap kaum muslimin, atau mengharapkan dukungannya terhadap kaum muslimin.

Bagian para muallaf tetap disediakan setelah wafat Rasulullah saw., karena tidak ada nash (teks Al-Qur’an atau Sunnah) yang menghapusnya. Kebutuhan untuk melunakkan hati akan terus ada sepanjang zaman. Dan di zaman sekarang ini keberadaannya sangat terasa karena kelemahan kaum muslimin dan tekanan musuh atas mereka.

Yang berhak menetapkan hak para muallaf dalam zakat hanyalah imam (kepala Negara). Dan ketika tidak ada imam, maka memungkinkan para pemimpin lembaga Islam atau organisasi massa tertentu mengambil peran ini.


Budak

Zakat dapat juga digunakan untuk membebaskan orang-orang yang sedang menjadi budak, yaitu dengan:

Membantu para budak mukatab, yaitu budak yang sedang menyicil pembayaran sejumlah tertentu untuk pembebasan dirinya dari majikannya agar dapat hidup merdeka. Mereka berhak mendapatkannya dari zakat.

Pada zaman sekarang ini, sejak penghapusan sistem perbudakan di dunia, mereka sudah tidak ada lagi. Tetapi menurut sebagian madzhab Maliki dan Hanbali, pembebasan tawanan muslim dari tangan musuh dengan uang zakat termasuk dalam bab perbudakan. Dengan demikian maka mustahik ini tetap akan ada selama masih berlangsung peperangan antara kaum muslimin dengan musuhnya.


Gharimin (orang berhutang)

Al-Gharim adalah orang yang berhutang dan tidak mampu membayarnya. Ada dua macam jenis gharim, yaitu:

Al-Gharim untuk kepentingan dirinya sendiri, yaitu orang yang berhutang untuk menutup kebutuhan primer pribadi dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, seperti rumah, makan, pernikahan, perabotan. Atau orang yang terkena musibah sehingga kehilangan hartanya, dan memaksanya untuk berhutang. Mereka dapat diberi zakat dengan syarat:
  1. membutuhkan dana untuk membayar hutang
  2. hutangnya untuk mentaati Allah atau untuk perbuatan mubah
  3. hutangnya jatuh tempo saat itu atau pada tahun itu
  4. tagihan hutang dengan sesama manusia, maka hutang kifarat tidak termasuk dalam jenis ini, karena tidak ada seorangpun yang dapat menagihnya.
Al-Gharim diberikan sejumlah yang dapat melunasi hutangnya.


Fii Sabilillah

Ibnul Atsir berkata, kata Sabilillah berkonotasi umum, untuk seluruh orang yang bekerja ikhlas untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan kewajiban, yang sunnah dan kebaikan-kebaikan lainnya. Dan jika kata itu diucapkan, maka pada umumnya ditujukan untuk makna jihad. Karena banyaknya penggunaannya untuk konotasi ini maka sepertinya kata fisabilillah, hanya digunakan untuk makna jihad ini (lihat Kitab An-Nihayah Ibnu Atsir).

Menurut empat madzhab, mereka bersepakat bahwa jihad termasuk ke dalam makna fi sabilillah, dan zakat diberikan kepadanya sebagai personil mujahidin. Sedangkan pembagian zakat kepada selain keperluan zakat, madzhab Hannafi tidak sependapat dengan madzhab lainnya, sebagaimana mereka telah bersepakat untuk tidak memperbolehkan penyaluran zakat kepada proyek kebaikan umum lainnya seperti majid, madrasah, dan lain-lain.


Ibnu sabil

Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan ma’siat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya. Atau juga orang yg menuntut ilmu di tempat yang jauh yang kehabisan bekal. Mereka adalah para musafir yang kehabisan biaya di negera lain, meskipun ia kaya di kampung halamannya. Mereka dapat menerima zakat sebesar biaya yang dapat mengantarkannya pulang ke negerinya, meliputi ongkos jalan dan perbekalan, dengan syarat:
  1. Ia membutuhkan di tempat ia kehabisan biaya.
  2. Perjalanannya bukan perjalanan maksiat, yaitu dalam perjalanan sunnah atau mubah.
  3. Sebagian madzhab Maliki mensyaratkan: tidak ada yang memberinya pinjaman dan ia mampu membayarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Punya pendapat yang berbeda?
Ingin bertanya lebih lanjut?

Kami sangat berterima kasih bila anda berkenan untuk menuliskan beberapa patah kata di kotak komentar kami

:: klikmenurutsaya ::