Pada suatu malam seorang anak bertengkar dengan ibunya. Karena sangat marah, si anak lalu pergi begitu saja meninggalkan rumah. Beberapa saat berjalan, ia baru meyadari bahwa ia sama sekali tidak membawa uang untuk bekal perjalanannya.
Akhirnya lapar dan dahaga mulai ia rasakan. Kebetulan di sebuah jalan, ia menjumpai kedai penjual bakmi. Ia ingin sekali memesan barang semangkuk bakmi hangat, tetapi ia sadara bahwa ia tidak memiliki uang, si anak kemudian hanya terdiam termangu.
Pemilik kedai melihat ada anak berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu bertanya “Apakah engkau ingin memesan bakmi, Nak?”. “Iya, tetapi aku tidak membawa uang.” Kata si anak dengan malu-malu. “Tidak apa-apa, aku akan membuat mie untukmu gratis .. .. !” jawab si pemilik kedai.
Tidak lama kemudian pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakmi hangat kepada sang anak. Segera anak tersebut dengan sangat lahap memakan beberapa suap bakmi. Rasa lapar di perutnya berangsur-angsur hilang. Terharu akan kebaikan si pemilik kedai, sang anak pun tidak kuasa menahan air mata dan kemudian menangis.
“Ada apa nak .. ..?” tanya si pemilik kedai. “Aku hanya terharu. “ jawab sang anak sambil mengeringkan air matanya. “Engkau orang yang baru kukenal tetapi begitu baik padaku. Tidak seperti ibuku. Setelah bertengkar denganku tadi dia mengusirku sambil berteriak agar aku pergi dan tidak pulang lagi ke rumah .. ..” kata sang anak kepada si pemilik kedai.
Mendengar perkataan anak tersebut si pemilik kedai pun menarik nafas panjang dan berkata “Mengapa engkau berpikir begitu? Aku hanya memberimu semangkuk bakmi dan engkau begitu terharu dan berterima kasih sedemikian rupa. Apa engkau lupa bahwa sejak kamu kecil ibumu telah memasak untukmu dan merawatmu hingga saat ini. Setiap hari dia juga memberimu makan bukan? Mengapa engkau tidak pernah berterima kasih kepadanya dan malah bertengkar? Aku yakin ibumu tidak sejahat yang engkau kira seandainya engkau berbakti kepadanya.”
Anak tersebut sontak terhenyak mendengar hal itu. “Benar, untuk semangkuk bakmi dari orang yang baru kukenal, aku begitu berterima kasih, tetapi kenapa kepada ibuku yang telah memasak untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak pernah berterima kasih padanya. Malahan tidak pernah memperlihatkan kepedulianku padanya. Dan hanya karena persoalan sepele aku justru memilih bertengkar dan pergi dari rumah” kata sang anak dalam hati.
Anak itu kemudian segera menghabiskan bakmi. Setelah berterima kasih kepada si pemilik kedai dia langsung berjalan ke rumah dengan tergesa-gesa. Dalam perjalanannya dia bingung “Aku harus berkata apa kepada ibuku?”
Begitu sampai di depan rumah, sang anak melihat ibunya dengan wajah letih dan cemas karena mengkhawatirkan dirinya. Ketika bertemu dengan anaknya, kalimat pertama yang muncul dari mulutnya adalah “Anakku engkau sudah pulang, maafkan ibu ya nak. Kamu cepatlah masuk, aku telah menyiapkan makan malam kesukaanmu. Makanlah terlebih dahulu sebelum kamu tidur dan cepatlah sebelum makanan itu dingin.
Pada saat itu sang anak tidak dapat lagi membendung air matanya. Dia kemudian menangis dihadapan ibunya dan langsung meminta maaf atas kesalahan yang telah dibuatnya.
Sahabat, barangkali saat ini saya tidak sedang bercerita tentang kisah orang lain. Sang anak di dalam cerita pendek tersebut bisa saja adalah saya sendiri, anda sendiri, diri kita sendiri. Sekali waktu cobalah ingat kita kadang sangat berterima kasih kepada orang lain atas pertolongan kecil yang mereka berikan. Namun kepada orang tua kita sendiri mungkin kita jarang berterima kasih dan bahkan melawan atau menyakiti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Punya pendapat yang berbeda?
Ingin bertanya lebih lanjut?
Kami sangat berterima kasih bila anda berkenan untuk menuliskan beberapa patah kata di kotak komentar kami
:: klikmenurutsaya ::