Advertorial Bisnis Online

Kredit Macet - Pegawai BRI Ditahan


Barusan penulis mendengar berita yang cukup menghebohkan dari rekan penulis. Seorang pegawai BRI resmi di tahan karena kasus kredit macet yang telah dia prakarsai. Sebelum penulis membahas lebih lanjut tentang ini, coba baca kembali ulasan sbb :

http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/12/02/23/lzuiyp-pegawainya-ditahan-bri-segera-rapat-internal

Pegawainya di Tahan BRI Segera Rapat Internal

Staf khusus Bank Rakyat Indonesia (BRI) Kantor Wilayah (Kanwil) DKI Jakarta 1, Hartono, menjadi tersangka dan telah dilakukan penahanan oleh Kejaksaan Agung sejak Kamis (23/2). BRI pun akan segera memanggil Hartono untuk dimintai pertanggungjawabannya.

"Kalau memang dia melakukan pelanggaran tentunya akan dipanggil tim BRI secara internal," kata Corporate Secretary BRI, Muhammad Ali yang dihubungi wartawan, Kamis (23/2).

Ali menambahkan pihaknya baru mengetahui adanya pegawai BRI yang dilakukan penahanan dalam kasus di Kejaksaan Agung. Dari informasi yang ia dapatkan dari Bagian Hukum, pihak yang melaporkan kasus ini bukan BRI namun ada pihak lain sehingga Hartono ditahan.

Mengenai kredit macet yang diajukan Setiawan Irwanto, ia mengatakan harus dilihat terlebih dahulu macet karena bisnis atau non bisnis. Kalau macet karena non bisnis setelah pinjaman diputuskan oleh komite maka harus dilaksanakan pencairan sesuai syarat-syarat yang ditetapkan dalam putusan. Apabila tidak sesuai putusan dan yang bersangkutan tidak melaporkan kondisinya maka akan dimintai pertanggungjawaban.

===========

http://nasional.kompas.com/read/2012/02/24/0314268/Kredit.Macet..Dua.Pegawai.BRI.Ditahan

Kredit Macet, Dua Pegawai BRI Ditahan

Kejaksaan Agung mengumumkan telah menahan karyawan PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) yang diduga telah melakukan kejahatan perbankan. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Noor Rachmad, membeberkan bahwa penahanan dilakukan hari ini, Kamis (23/2/2012).

Adapun karyawan BRI yang dimaksud merupakan Staf Khusus di Kantor Wilayah Jakarta I bernama Hartono. Ia diduga telah lalai dalam melakukan verifikasi terhadap nasabah yang mengajukan pinjaman kredit kepada bank milik pemerintah tersebut.

Noor bilang, kejadian bermula ketika Hartono masih menjabat sebagai Account Officer BRI di Kantor Wilayah Jawa Timur. "Saat itu, Hartono menyetujui permohonan kredit PT I-One sebesar Rp 33,5 miliar," terang Noor. PT I-One mengajukan permohonan kredit itu melalui direktur utamanya, Setiawan Irwanto.

Diduga, persetujuan kredit itu dilakukan Hartono tanpa melalui proses yang seharusnya. Hingga kemudian PT I-One tidak sanggup membayar tunggakan pinjamannya.

Pihak kejaksaan menduga, Hartono tidak melakukan analisis yang benar dalam pemberian kredit tersebut. "Kami masih dalami, apakah yang bersangkutan mendapatkan keuntungan dari kredit ini atau tidak," ujar Noor.

Pasalnya, setelah ditelusuri oleh penyidik, dana yang seharusnya dipakai buat modal usaha itu ternyata digunakan untuk kepentingan Setyawan. Akibatnya, BRI dirugikan hingga mencapai Rp 33,5 miliar.

Atas perbuatannya, baik Hartono maupun Setiawan akan dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Terhitung Kamis hari ini, keduanya akan menjalani masa tahanan selama 20 hari di Rutan Salemba, cabang Kejaksaan Agung.

=============

http://celebrity.okezone.com/read/2012/02/23/339/581553/tersangka-kasus-kredit-macet-bri-resmi-ditahan

Tersangka Kasus Kredit Macet BRI Resmi Ditahan

Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) menahan dua tersangka kasus kredit macet di Bank Rakyat Indonesia (BRI).

"Ada penahanan atas tersangka Hartono dan Setiawan hari ini, sekarang ditahan di Rutan Kejagung," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Noor Rachmad kepada wartawan di Kejagung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jaksel, Kamis (23/2/2012).

Mereka yang ditahan lanjut Noor yakni Staf Khusus Kanwil Jakarta I yang dulu menjabat sebagai Account Officer BRI Kantor Wilayah Jawa Timur, Hartono, dan Direktur I-One, Setiawan Irwanto. Keduanya pun dijerat Pasal 2 dan 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Noor menjelaskan, kasus ini telah disidik sejak 18 Januari 2011 lalu. Kasus ini sendiri bermula saat BRI memberikan kredit modal kerja senilai Rp33,5 miliar pada 2007 kepada PT I-One.

Kedit yang semestinya digunakan sebagai modal kerja dan investasi justru malah digunakan Setiawan untuk keperluan pribadinya. Kejagung juga mendalami dugaan Hartono menerima suap dalam kasus ini.

"Kami belum tahu persis tapi yang jelas ada konspirasi itu karena kelalaiannya dalam meneliti, menganalisa itu. Dia ternyata tidak melihat yang sebenarnya," pungkas Noor.
Menurut pengalaman penulis seorang tenaga marketing / account officer memang bertugas untuk mencari nasabah pinjaman termasuk analisa nasabah dan maintenance nasabah.
Namun demikian BRI dan perbankan lain menerapkan praktek GCG secara benar (Good Corporate Governance) yang berarti semua biaya di luar biaya resmi seharusnya tidak dikenakan. Ini bertujuan agar petugas bank independen dalam memutus kredit dan dapat mengeksekusi agunan debitur bila terjadi masalah di kemudian hari.

10 komentar:

  1. Biasanya perbankan sangat menjaga privasi masalah internal mereka, kalau sampai diekspos, dan yang kena karyawan bawahan, tentunya ada permainan untuk menembak atasannya waktu itu yang punya otoritas memutuskan. ini hanya tembakan antara, tapi bila lawyernya kuat bisa mentah, yang jadi korban bawahan. kalau kejaksaan sudah menahan seseorang maka, akan ada putusan dari hakim untuk menylahkan orang tersebut agar , penahanannya sah, hukumannya sesuai dengan masa tahanan. ooo nasib.... mainan hukum di Indonesia.

    BalasHapus
  2. @anonim

    pemikiran yang menarik.

    penulis sependapat perbankan memang menjaga adanya permasalahan internal.

    sekarang timbul pertanyaan, kenapa sampai hal ini terekspos? berarti ada pihak yang berkepentingan dalam hal ini? motivasinyalah yang harus diperdalam.

    BalasHapus
  3. analisa menurutsaya (ikutan istilah bloger ini): 1.Kalau berita model press release, artinya, kejaksaan dapat kasus dari pihak bank, bisa dari auditor atau lainnya, jadi pasif suruh tahan itu orang, urusannya bisa masalah pribadi juga bisa. 2.Kredit macet itu mah biasa, tuh beritanya trilyunan ,sepanjang agunan mencukupi, dan nasabah bisa dikelola dengan baik. 3.Diperusahaan asing saya dulu,kalau sudah diputuskan oleh pimpinan a.n company, maka tanggung jawab bersama, dan ybs dilibatkan lagi untuk menyelesaikannya. karena kalau org lain yg kenasabah, bisa saja alasannya macam-macam bisa fitnah, agar lepas dari tanggung jawab. Hee.... sekedar ngisi waktu asah otak tidak harus ngisi TTS too...
    Aku belum punya blog, pengin punya mau share soal marketing.maaf masih anonimous.

    BalasHapus
  4. @anonim

    Terima kasih sudah bersedia share disini. penulis sependapat bahwa kemungkinan "kenapa"-nya banyak seperti yang sudah diungkapkan diatas.

    Penulis sangat sependapat bahwa kredit macet itu merupakan hal biasa terlebih bila macetnya kredit disebabkan karena resiko bisnis.

    Kami tunggu blog tentang marketing nya, penulis yakin bisa belajar banyak dari pengalaman anda.

    BalasHapus
  5. hal yg serupa terjadi pada saya ketika ayah meninggal ternyata jumlah pinjaman dari BRI lebih besar dari nilai agunan berupa rumah, ditengarai ada indikasi permainan uang. bagaimana menyikapi hal ini apakh ahli waris bisa menuntut dibebaskan secara hukum? terima kasih atas sarannya

    BalasHapus
  6. @anonim

    Mohon maaf sebelumnya, penulis mencoba menjawab tidak dengan latar belakang ahli hukum dan perbankan namun hanya berbekal pengetahuan penulis saat ini.

    Yang menjadi agunan pokok dari sebuah kredit menurut penulis adalah usaha debitur. Agunan berupa rumah, tanah, bangunan, mesin, bpkb dsb sebetulnya hanya merupakan agunan tambahan.
    Memang dalam ketentuan bank, biasanya sudah diatur berapa harga pasar dari sebuah agunan beserta cara menghitungnya. Namun demikian tidak ada ketentuan yang mengatur besar kredit harus dibawah nilai agunan (rumah).

    "Penulis belum mencari ketentuan tersebut dalam peraturan bank Indonesia (PBI) maupun peraturan internal BRI"

    Apabila nilai agunan (rumah) dibawah nilai kredit, biasanya petugas bank bisa saja meminta agunan tambahan lain baik berupa rumah, tanah, bangunan, mesin, bpkb maupun stok (barang) yang digunakan untuk usaha.

    Nah sekarang ngobrolin masalah hukum. Yang namanya ahli waris memang sepengatahuan penulis akan mewarisi harta maupun hutang dari almarhum.

    Pertanyaannya sebenarnya bila memang hutangnya lebih besar dari rumahnya, kenapa tidak diserahkan saja rumah tsb ke pihak BRI untuk di lelang? Bukankah hal itu lebih mudah dan murah bagi keluarga almarhum?

    Pertanyaan selanjutnya, apa maksudnya dibebaskan dari hukum? Apakah yang dimaksud kewajiban untuk membayar sisa kredit?
    Kalau menurut saya BRI tidak memiliki cukup kekuatan hukum untuk mewajibkan ahli waris melunasi sisa hutang setelah penjualan agunan (rumah).

    "sekali lagi penulis menjawab tidak dengan latar belakang ahli hukum dan perbankan dan hanya berbekal pengetahuan penulis saat ini"

    BalasHapus
  7. to blogwriter,

    saya mau tanya dan mencari pencerahan, sebelumnya perlu saya informasikan bahwa saya adalah orang yg kurang paham dengan masalah perbankan...

    begini, ada saudara saya yg bekerja sebagai area financing officer di **I syariah... pengakuannya kepada keluarga bahwa dia mendapat musibah dan dibebankan untuk melunasi kredit macet dari nasabahnya... yg totalnya menurut sepengetahuan kami mencapai 250juta rupiah... kami sekeluarga pastinya bergotong royong untuk mengumpulkan dana tersebut.

    Nah, yang jadi permasalahan adalah.. kami hanya menerima informasi dari satu pihak saja, sedangkan dari bank, kami sekeluarga tidak mendapat informasi apa2 tentang hal ini sehingga terasa ada yg mengganjal.. sehingga kami bertanya2 apakah memang seperti itu peraturan yg berlaku di bank syariah...ketika ada kredit macet (yg setelah dilelang agunannya di bawah nilai pinjaman) menjadi tanggung jawab karyawan untuk menutup kekurangan nya tersebut?ini sangat tidak masuk akal buat saya yg tidak mengerti masalah perbankan dan tidak memiliki tempat untuk bertanya...dan yang tambah mengganjal nya lagi, kenapa kekurangan yg bernilai sampai 250an juta itu harus dibayar secepatnya?punya uang dari mana saudara kami ini?kenapa tidak ada kebijakan dibayar mencicil dengan potong gaji misalnya....ini membuat semakin tidak masuk akal

    sebetulnya inti dari pertanyaan saya ini adalah...apakah memang peraturan bank syariah seperti ini?mencekik karyawan?

    terimakasih sebelumnya,

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya coba jawab ya, saya juga kurang mengerti kebijakan apa yang melandasi keputusan tersebut.


      Setahu saya Bank Syariah memang menerapkan sistem bagi hasil sebagai pengganti bunga pada bank konvensional.

      Keuntungan dari bank akan dibagi menjadi komponen bagi hasil dengan nisbah pembagian misalnya 70% nasabah : 30% bank (untuk deposito).

      Nah untuk pinjaman apakah diberlakukan sama, kerugian bank juga dibuku sebagai kerugian nasabah sesuai nisbah? Saya kurang tahu mengenai hal ini.

      Apabila ada suatu musibah yang mengharuskan penggantian dari pegawai apakah tidak sebaiknya ditanyakan musibah seperti apa?

      Setahu saya memang terkadang ada kebijakan pegawai diminta mengganti bila ada indikasi kesalahan yang dilakukan pegawai tersebut.

      Apakah sudah mencoba konfirmasi bertanya kepada yang berwenang selaku pengawas perbankan (OJK)


      OJK (otoritas jasa keuangan) bisa di hubungi pada media sbb :

      Email​ ​konsumen@ojk.go.id
      ​Telepon ​1-500-655
      ​Website ​http://sikapiuangmu.ojk.go.id

      Hapus
  8. Terimakasih atas responnya,

    Dari informasi yang sampai kepada saya. Dia harus menutup kekurangan asset yg terjual di bawah harga taksiran nya. Misal asset ditaksir 1M, ternyata pas dilelang hanya 700jt, sehingga kekurangan 300jt dibebankan kepada karyawan satu tim. ini kok rasanya aneh ya..

    memang nya yg menilai asset itu siapa?bukannya ada pihak ketiga yg melakukan itu semua? dan bukannya kalau ditaksir akan jauh sekali dibawah harga pasar?salah satu yg membuat kami kesulitan konfirmasi langsung ke bank nya karena lokasi cukup jauh, beda pulau ;)

    penasaran aja sih, penasaran antara "memang peraturannya seperti itu" atau "saudara saya yg tidak jujur menjelaskan duduk permasalahannya" mengingat uang yg kami keluarkan tidak sedikit...

    BalasHapus
    Balasan
    1. umumnya perbankan memiliki dua tim yaitu tim marketing dan tim analis kredit.

      Goal tim marketing adalah pencairan kredit. Oleh karena itu tentunya tim marketing akan berusaha supaya kredit berhasil di cairkan.

      Berbeda dengan tim marketing, tim analis lebih bertugas untuk menjaga agar kredit tersebut aman dan sesuai prosedur. Harusnya tim analis tidak mau memproses kredit dengan agunan tambahan dibawah harga jual aset yang dijaminkan.

      Kecuali ada "sesuatu" yang menyebabkan kredit tersebut dipaksakan cair dibawah harga agunan tambahan.

      Tapi secara prinsip dalam hal kredit sebetulnya agunan utama adalah usaha itu sendiri.

      artinya kalau pihak analis yakin bahwa usaha calon debitur layak, misal cash flow debitur menghasilkan pendapatan net per bulan 10 juta per bulan.

      sedangkan angsuran pinjaman debitur hanya 1 juta perbulan, maka bisa saja kredit dicairkan dengan jaminan dibawah nilai kredit debitur.

      Nah jaminan berupa tanah dan bangunan (aset) secara prinsip adalah agunan tambahan. Dimana agunan tambahan ini merupakan jalan keluar kedua apabila debitur wanprestasi dan kredit menjadi macet.

      semoga cukup jelas ya.

      Hapus

Punya pendapat yang berbeda?
Ingin bertanya lebih lanjut?

Kami sangat berterima kasih bila anda berkenan untuk menuliskan beberapa patah kata di kotak komentar kami

:: klikmenurutsaya ::